Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Dear Me

Dear me and whoever will read it, sometimes life is full of ups and down, and sometimes it's hard to accept all of that. As we growing up, everything will be different. You'll be more mature and have a lot of responsibilities. However, you are you. Whatever will happen tomorrow, you still a person who loves to feel the breeze. You may wish everything will go as you planned, but the truth is, you own nothing. You belong to the Almighty who owns everything. I wa n na warn you from the beginning, before you may cancel and add more resolutions in the future. You have the obligation to plan, execute and pray, but the rest is not your capabilities, it's God's will. However, you have to do the best to prove that you deserve it, cause your process is being seen by Allah. That's your value. Feel sad? It's okay, crying in the middle of the night with no one around is sometimes comforting. It will purify your heart, like rain in a world full of dust. Who said human h

Atlet Kebaikan

Aku pernah baca, entah di mana, bahwa kebaikan dan iman itu bekerja seperti otot. Bila tak dilatih, ia akan melemah. Bila dipaksakan untuk melakukan kegiatan ekstrim, ia jadi sedikit menyakitkan, karena badan menjadi tegang dan malah tidak bisa melakukan apa-apa dalam beberapa waktu. Gampangnya, kita yang jarang berolahraga tidak akan kuat lari 10 km dalam satu waktu tanpa istirahat. Agar bisa sekuat itu, kita latih nafas kita, kaki kita, badan kita, sedikit demi sedikit. Mulai dari 1 km sehari, tambah jadi 2 km jika sudah dirasa kuat, begitu terus hingga bisa mencapai 10 km atau lebih.  Lagi-lagi proses. Proses yang cukup panjang dan membutuhkan konsistensi yang dimulai dari hal kecil. Tidak ada yang instan di dunia ini. Semuanya butuh usaha. Segala sesuatunya harus dilatih, kemudian ditambah porsinya sedikit demi sedikit agar bertambah kuat. Seperti otot badan, begitu pula otot kebaikan dan iman.  Mulai dari hal kecil yuk! Kita latih dari hal sederhana agar mereka menguat na
Apa yang akan kamu katakan jika sekarang bertemu dengan dirimu sewaktu kecil? Apa kamu akan bercerita soal kehebatanmu dalam menaklukan rintangan? Atau soal kesuksesan yang membuat orang-orang berdecak kagum padamu? Atau... Akankah kau ceritakan mengenai waktu-waktu yang merisaukan itu? Saat kamu merasa tidak ingin melakukan apa-apa karena memang rasanya enggan Saat kamu ingin menyerah saja karena rasanya percuma ... Lalu kamu melihat dirimu sendiri yang lugu, meningatkanmu pada semua kesulitan yang telah menempa Kesulitan yang bisa kamu lampaui, meski dalam kepayahan Meski sulit, si kecil telah membuktikan dan kau adalah bukti nyata keberhasilannya Jadi, tenanglah, apapun yang kau hadapi, jangan khawatir, kamu akan baik-baik saja :)

Apresiasi

Kita kaya, tapi miskin apresiasi. Apakah hal ini pernah terpikir di benak kalian? Jika iya, mungkin, kita punya pikiran yang sama. Indonesia ini sangat 'kaya'. Beda daerah, beda budaya dan tradisi. Geser derajat dikit saja, sudah beragam kulturnya. Tidak hanya kultur, masyarakat kita, sebenarnya kreatif. Sangat kreatif malah. Banyak karya anak negari yang luar biasa tembus pasar internasional tapi hmm, maaf- ga diakui di negeri sendiri.  Gausah jauh-jauh deh, tadi saya lihat pertunjukan seni, banyak penampilan keren dan menarik yang menurut saya, patut diacungi jempol. Tapi, saya amati sedikit sekali orang-orang bertepuk tangan ketika mereka selesai menampilkan kebolehan mereka. Tak banyak orang-orang yang mengapresiasi penampilan mereka. Tepuk tangan yang sepi, meskipun MC sudah meminta. Hal ini terjadi tidak hanya sekali dua kali, semuanya sepi kemeriahan applause. Sebegitu miskin kah masyarakat kita pada sebuah apresiasi? Padahal, menurut artikel psikologi yang
Sometimes, I take a pause in everything, to figure out what exactly I am doing right now. I need to reflect myself whether this is right for me or not, in line with my own faith or not, or just to see this one support my values or not. In that process, sometimes I hesitate to my own decision, re-question myself and I fall in a doubt. Is this really what I seek? Is this right? Is this what I want to do in my life? All of that question is overwhelming, so, I withdraw myself from everything to connect the patterns in my head, and when somebody asks, I just smile and said, everything is OK, but actually- not. However, I understand that I just have to face this problem by myself. I just have a messy brain, and the one who can fix it is myself only. Maybe, I can still play merry-go-round and still laugh like an idiot when I reach this stage, but inside, I feel I need to answer my own doubt. Then, I learn a wise wisdom from TED, that person (I forgot who) said this (It’s just a conclusion

Meluaskan Pandangan pada Hujan

Mengapa hujan seolah meruntuhkan segala asa? Memelintir sanguin menjadi melankolis hatinya. Mengiyakan segala resah. Lalu kau terhanyut pada rasa, mengabaikan segala kata. Ditambah saat hati melemah, hanyut sudah pada gundah. Mengapa air langit itu terasa mengajak beromansa? Dalam perspektif manusia, sering disimbolkan sebagai air mata. Waktu yang tepat meluluh lantakkan luka, untuk berteriak seolah menjadi manusia paling malang sedunia. Setidaknya itu yang kulihat di layar kaca. Di sisi lain, hujan menumbuhkan tunas yang gersang. Bulirnya menghujam bumi, mengusik renik kehidupan. Membangun kehidupan baru, entah bagaimana caranya. Tetesannya mengajarkan untuk bergerak, menumbuhkan, perpanjangan tangan yang kuasa untuk kelangsungan alam. Ia menjaga stabilitas oksigen kita. Bila kau perhatikan, hujan mengajak berdialek untuk menjadi generator perubahan. Tandus dijadikannya hijau, debu diredam, menyegarkan udara, menyisakan bau yang khas. Hujan juga memperlambat tempo hidup
Dalam sebuah perjalanan luar kota yang memakan waktu berjam-jam, ada banyak sekali diskusi-diskusi menarik. Dari banyaknya obrolan itu, ada satu kalimat yang menarik perhatian saya, "Di dalam kebaikan belum tentu ada keikhlasan, tapi dalam keikhlasan sudah pasti ada kebaikan, Mba." Ketika menolong orang, menahan tombol lift untuk orang lain, ketika mentraktir makan teman, atau hal sederhana seperti tersenyum pada orang lain, adakah keikhlasan dalam hati kita? Ataukah itu hanyalah sebuah kebaikan yang berujung pada pengharapan lain? Bisa jadi nun jauh di lubuh hati, kita hanya ingin dilihat dan dicap baik. Entah tulus atau tidak, hanya masing-masing hati yang mengetahui, pada siapa dan apa hakikat kebaikan yang kita usahakan. Belajar ikhlas itu tidak mudah ya. Sekolahnya di alam bernama kehidupan, yang indikator kelulusannyapun sulit ditentukan. Tapi tidak apa-apa, setidaknya setiap kita mengusahakan keikhlasan, akan ada secercah kebaikan yang siap menyambut di de
Terkadang kita merasa lelah, pada urusan yang tak kenal ujung. Yang terus menerus minta dipikirkan tanpa terlihat akhirnya. Terkadang kita merasa sesak pada penatnya urusan dunia yang entahlah akan sampai kapan. Saat kita abaikan dan kita tinggal, ia akan menghantui perlahan dan perlahan. Menguras energi. Melelahkan. Menjemukan. Ingin lari tapi ia selalu membayangi. Seberapapun kita berkeluh kesah, seberapapun kita bercerita dan ingin dipahami, pada teman atau keluarga, tetap saja mereka tak akan mengerti dan merasakan seperti halnya diri sendiri. Mereka akan menangkap dan memproses informasinya sesuai sudut pandang mereka. Pada akhirnya, tak ada makhluk yang memahami seutuhnya, seberapa besar rasa sakit, seberapa lelah perjuangan dan seberapa koyaknya tekad kita untuk maju.  Tapi, janganlah berputus asa. Ada satu yang paling memahami. Ada yang selalu memperhatikan dan mengerti. Setiap peluh, setiap bulir air mata, setiap sesaknya dada saat kita menahan amarah atau getirnya ke

Ketika Idealisme Membentur Kapitalisme

Jangan terlalu membenci sesuatu, karena bisa saja Allah balik hatimu untuk melihat sisi lain hal yang kamu benci itu. Menggelikan ya? Tapi itulah yang terjadi pada saya, yang dulu berpikir sistem yang mendewakan uang itu sangat kotor. Kapitalisme yang berlebih itu menyesakkan dada ketika ada orang lain yang masih kelaparan mengesot meminta sedekah. Saya? Memilih menghindar, lalu label kebencian itu mulai tertanam. Iya, seidealis itu, setidak maunya terlibat dalam dunia kapitalis yang hanya memikirkan uang, uang, dan uang. Meja berbalik, begitu pula saya kini. Bekerja di sebuah perusahaan dengan otak kapitalis. Berdalih menjual ruang untuk masyarakat, tapi abai pada kualitas ruang-ruang yang nantinya akan dihuni oleh si pemilik. Batin serasa saling mempertanyakan satu sama lain. Merasa bersalah ketika idealisme digerogoti. Lalu untuk apa saya berkuliah hingga sakit-sakitan bila pada akhirnya disetir oleh orang yang tak paham akan ruang? Saya sering beradu pendapat, yang saya rasa t
Orang bilang hidup adalah pilihan. Padahal, nyatanya tidak. Lahir dan mati adalah garisan takdir yang pasti terjadi pada manusia, tak ada pilihan lain selain itu.  Sewaktu lahir, kita tidak bisa memutuskan kita ingin hidup atau tidak. Sedari lahir kita tidak memiliki pilihan lain selain hidup. Allah meniupkan roh kita pada janin, diperlihatkan takdirnya, dan kemudian dipaksa lahir. Kita bahkan tidak memiliki kekuasaan untuk menolak. Yang berarti, kelahiran kita di dunia ini bukanlah sebuah pilihan. Mungkin itulah mengapa kita terlahir menangis. Karena saat itu kita tahu, hidup itu tidak akan mudah. Kita dipaksa menjalaninya skenarioNya, entah dalam kelahiran yang diharapkan, atau malah dalam penolakan. Kemudian, kita tumbuh, menjadi dewasa, dan bertanya-tanya. Apa makna hidup. Apa yang diinginkan dunia pada kita. Apa yang Allah inginkan sehingga kita dipaksa untuk hidup. Kita mencari-cari, mempertanyakan hingga akhirnya menentukan pilihan, kekuasaan yang akhirnya kita dapat se
Kadang kita mesti berterima kasih pada luka atas kebaikannya dalam mengingatkan hati yang lalai. 

pulang

Saya pulang. Tapi hati saya selalu sibuk pada urusan lain. Saya memang pulang. Tapi malah berbicara pada kawan yang bermil jauhnya. Saya pulang. Tapi tak lebih dari lima kalimat keluar dari dan untuk bapak saya. Saya memang pulang tapi tak menjadi tempat bercerita ibu saya. Ini saya pulang, untuk menyadari betapa sepi rumah di malam hari, betapa sibuk ayah berkegiatan di masa luangnya. Dan betapa saya egois karena semuanya melulu tentang diri sendiri.

Percayalah Pada Mimpimu

Pernahkah kita merasakan apa yang kita kejar selama ini kandas dalam beberapa detik? Apa yang telah kita perjuangkan setiap detiknya menghilang dalam satu kedipan mata. Apa yang saat itu kita rasakan? kecewa? sedih? putus asa? tidak berdaya? (lebay dikit ah) mimpi kita terhenti untuk saat ini, dan kita kehilangan arah. kita tersesat. Banyak orang mendapati kegagalan, bahkan semua orang di dunia ini.Kegagalan adalah suatu siklus hidup.saat-saat itulah kita berada dalam dua pilihan. biarkan kegagalan itu menghancurkanmu, atau bangkit dan mencari strategi lain untuk mendapatkannya kembali. Bangun! Bangun! Jangan larut dalam keputusasaan. Jangan terlalu lama bersedih. Bila memang gagal, pasti ada jalan lain. Percaya! Ada dua hal kenapa kita bisa gagal. Yang pertama, karena usaha kita kurang, Yang kedua karena Allah tidak memberikan barakahnya. ada satu prinsip yang sangat saya pegang hingga sekarang. kita harus percaya pada mimpi kita sendiri. jika kita saja tak yakin, bagaimana mu
“Jika aku saja tak percaya pada mimpiku sendiri, bagaimana mungkin aku bisa meyakinkan Tuhan untuk mengabulkannya?” “Kamu percaya?” “Pada impianku? Tentu. Tiap pagi aku sahut kencang-kencang di depan kaca biar aku ingat selalu,” “Bagaimana bila tidak terkabul?” “Memang kamu Tuhan? Tahu akan terwujud apa tidak?” “Bukan itu maksuduku,” “Ya kita kan bebas memilih, bebas berkeinginan, masalah iya atau tidak ya nanti,” “Sia-sia dong bila gagal,” “Aku percaya tak ada yang sia-sia,” “Kalau ternyata memang percuma?” “Ya sudah kalau begitu. Berarti memang harus merasakan pengorbanan” “Gampang ya bilang gitu,” “Ya memang. Sesimpel itu kan sebenarnya. Seberapa keras kamu mau mengejarnya. Itu kuncinya.” “Salah,” “Apanya?” “Kudengar sukses itu kombinasi dari dua hal, usahamu dan pertolongan semesta, bila kau percaya.” “Ya, jika sesuatu berjalan tak sesuai keinginan, bisa jadi karena usaha   kita belum cukup, atau Tuhan punya rencana lain untuk kita”. “Aku jadi inga

Ternyata Kita Memang Butuh Berekspresi

Beberapa waktu lalu, saya merasa gelisah sekali. Tidak tahu karena apa. Mungkin karena banyak sekali pekerjaan yang harus saya selesaikan dan sudah mulai ditagih semua. Saya coba fokus mendengar lantunan ayat, sedikit mereda, tapi masih ada yang mengganjal. Akhirnya, saya memutuskan untuk mengekspresikan kegelisahan saya. Ternyata manjur! Rasa tidak nyaman itu hilang seketika Manusia butuh ruang untuk berekspresi, entah dengan menangis, tersenyum, tertawa, menulis, menyanyi, atau berdoa. Hingga kita harus jujur pada diri sendiri dan membuka semuanya, menumpahkannya pada yang kuasa, hingga pada akhirnya Allah angkat kegelisahan di hati. Bukankah dengan mengingat Allah, hati jadi tenang?

Merdeka dan Batas

Merdeka itu kebebasan untuk mencari batasan, bukan berarti kita hidup tanpa batasan. Acapkali orang berfokus pada bebas sehingga lupa ada batasan yang harus ia tentukan sendiri. Sampai mana batasan itu, sudah tak lagi didikte oleh orang lain. Itu sepenuhnya hak orang-orang yang telah merdeka. Zaman penjajahan dulu, segalanya serba dikekang dengan standar dan batas yang ditetapkan oleh sang penjajah. Simpelnya seperti orang yang dipenjara, mereka memiliki batas yang tak boleh dilampaui. Dibatasi ruang geraknya oleh orang lain, dibatasi aktivitasnya oleh undang-undang.  Ketika mereka bebas, mau apa saja ya terserah, tapi akan selalu ada norma, itulah salah satu batasan kita. Tapi mau ditaati atau tidak, itu hak masing-masing individu. Menjadikan norma itu menjadi batasan atau tidak ya tergantung kita sendiri. Seperti negara kita, meski merdeka, kita tetap memiliki batas, teritori, wilayah, serta batas untuk mengurusi masalah. Negara itu menjadi nyata juga karena adanya batas terse

Perempuan Kuat

Bukan, aku tidak sedang membicarakan Bu Menteri Sri Mulyani yang cerdas atau Bu Susi yang menenggelamkan kapal asing dengan heroik. Bukan pula kisah Khadijah menemani Muhammad maupun kesabaran Asiyah menghadapi Fir'aun, juga bukan kisah Nusaibah binti Ka’ab yang menjadi perisai Rasul. Bagiku, mereka adalah sosok perempuan kuat yang tak terjamah langsung, yang hanya kukenal dari mulut ke mulut. Yang ingin aku ceritakan sekarang ini adalah orang yang sering kuamati secara langsung. Sebut saja Ncip, mirip suara anak ayam karena memang begitulah ia. Tahun-tahun ini jelas bukan waktu yang mudah. Masih segar ingatan saat kita lagi ngobrol bareng sama temen-temen yang lain, setahun lalu saat aku masih dipusingkan sama TA, kamu tiba-tiba nangis (itu pertama kalinya aku liat kamu nangis kayanya meski kita pernah tinggal serumah lama). Saat itu kamu cerita kalau tangan kamu tremor beberapa hari dan ga ilang. Akhirnya kita paksa ke RSND bareng-bareng, bikin gempar acara sore itu, haha

Self Acceptance

That afternoon, a notification distract me from my work, showed a question from someone, “How to embrace criticism and failure?” I took a deep breath, cause I knew this one is not a light topic, and this person deserved a big hug and explanation through a lot of discussions. From the beginning, we are just an imperfect human being. We learn and gain knowledge that shapes us into a sharp sword, make us stronger to understand many things that happened in the world. I learn that ikhlas is not a simple task. Acceptance is sometimes difficult to implement, especially if that involves ourselves, who are seeking for the perfection in every circumstance and afraid of rejection. All of us want to be seen as a cool and flawless person. However, none of us perfect. We all have a weakness even though some people hide that and prevent others to detect that. We tend to make a mistake which makes us feel horrible and anxious. That's why acceptance is sometimes harder to do, we don't wan
Jangan terlalu cepat menghakimi, pada manusia maupun kondisi. Siapa tahu kita belum memahami seutuhnya. Siapa tahu kita cuma melihat dari satu sisi saja, membanjiri otak dengan satu warna solid. Padahal, selain hitam dan putih, dunia punya banyak warna, seperti tone dalam photoshop yang bervariasi, menampilkan jutaan warna yang kadang tak bisa ditelaah karena keterbatasan visual manusia untuk menerima terang dan gelap. Bahkan, cahaya putih saja terdiri dari tujuh warna berbeda.  Banyak ngobrol dengan orang-orang berbeda latar belakang akan membuka pikiran. Mendewasakan pikir dan menjadikannya bijak dalam bertindak. Berbaur dengan begitu banyak manusia, membuat kita sadar kalau dunia itu luas dan bermacam-macam. Dengan begitu, kita bisa menempatkan diri dengan cermat. Tahu harus bagaimana merespon berbagai watak. Apakah harus dengan canda, serius, atau cuek. Ataukah kita harus melunak atau menjadi keras dalam berinteraksi. Tapi bukan berarti, menjadikan diri labil tak beridentitas.

Berpikir

Pernahkah merasa lelah berpikir? Dimana raga diam tapi pikiran melalang buana mencari-cari. Siapa kita, untuk apa kita melakukan ini, apakah ini memang penting untuk dilakukan? Mungkin terselip pertanyaan receh yang konyol pula. Mengapa kita memikirkan itu?  Semua mengantre untuk dijawab, hingga tiba pada suatu titik di mana ingin berhenti menganalisa tapi pada akhirnya putar otak juga untuk mendapatkan caranya. Kadang sesuatu yang mudah itu lebih menggoda tanpa harus berkontemplasi penuh. Apa-apa serba disuapi tanpa harus berupaya terlalu keras. Hanya perlu sedikit tenaga tanpa terlalu banyak menyedot kemampuan intelektual. Hidup tanpa banyak bertanya, mungkin akan lebih damai. Namun, otak menyergah. Apa bedanya kita dengan hewan kalau begitu? Fakta bahwa kita berpikir saat ini adalah bukti bahwa kita ini manusia. Cak Nun pernah bilang, "Salah satu pekerjaan terpenting manusia, yang membuatnya bisa ditandai sebagai makhluk yang bernama manusia, adalah berpikir. Tafa
Akan ada suatu masa dimana kita memahami hal-hal di luar nalar yang dulu tak dimengerti. Seperti malam ini, ketika lampu terpejam dan listrik mati di saat mentari telah lama tenggelam. Bising itu hilang berganti hening. Mungkin karena sudah waktunya anak-anak untuk memejamkan mata. Para orang tua kini sudah mengangguk-anggukkan kepala tanda lelah. Piala dunia malam ini batal disaksikan karena listrik padam. Syawal, bulan setelah Ramadhan. Akankah hati dan iman kita akan sekuat masa wajib berpuasa itu? Hakikatnya, Ramadhan adalah waktu-waktu kita untuk berlatih menjadi pribadi yang lebih tangguh. Ibarat kata, wajib militer. Setelah hari-hari panjang nan melelahkan bersama para tentara yang super tegas itu, akan ada perubahan-perubahan yang signifikan dalam diri. Yang tadinya manja menjadi lebih tangguh. Yang mudah mengeluh menjadi lebih yakin. Yang suka menerjang larangan menjadi lebih taat dan patuh. Dan yang pasti lebih bersyukur karena tidak harus tidur di barak-barak tanpa k
Pernah kepikiran engga, kalau sebenarnya kita ini beberapa kali memenuhi tujuan tapi kita ga sadar? Betapa sebenarnya benak kita ini tau kita mau apa tapi kita sering lalai. Untungnya alam bawah sadar selalu menuntun kita pada resolusi yang mungkin pernah tertulis di sebuah catatan lusuh yang kita simpan rapat di rak, atau malah sengaja kita tempel di sebuah ruang yang diperuntukkan pada khalayak agar dibaca, sekaligus sebagai reminder diri sendiri. Memang sulit sih memastikan kita telah melaksanakan semua, tapi tak mengapa. Kan semuanya butuh proses. Masalahnya, sering sekali kita membuat sebuah resolusi dan lupa. Mungkin akan lebih tepat bila disebut bergeser prioritasnya. Tulisan-tulisan tersebut tertinggal hanya jadi catatan, meski sesekali tetap kita baca dan diusahakan. Kemudian waktu berjalan, dan kita berikhtiar. Dalam selang waktu yang tak disadari tersebut, tahu-tahu ada peluang-peluang baru yang membuat kita  bergerak pada impian lama tersebut. Padahal, kita sama s

Sebuah Pelajaran di Hari yang Dinanti

Syukur. Badanku kaku, masih kalut dalam ujaran-ujaran syukur yang tak henti-hentinya bergaung dalam hati. Salah satu sejarah hidup yang akan terkenang abadi. Mengganti peluh dan resah dengan rasa yang tak terdefinisikan. Semuanya terbayar tuntas. Bising. Orang-orang itu sibuk menebar pesona dan tertawa, menenteng berbagai hadiah yang diberikan padanya. Hadiah yang benar-benar telah dipersiapkan untuk mereka. Dengan segala ucapan-ucapan manisnya. Mengabadikan momen lewat lensa, berlenggak lenggok membuat video boomerang, atau sekadar selfie . Mencari. Di keramaian itulah aku berada. Sendiri aku berdiri, mencoba tersenyum, dan melihat sekitar, berharap ada seseorang yang benar-benar memanggil namaku. Kecut. Tak terhindarkan lagi muncul perasaan khawatir. Ah, ternyata kehadiranku tak seberapa bagi orang-orang yang pernah kusapa. Ah, ternyata aku hanya mampir dan pergi dari hati mereka. Ah, pengharapan itu memang sakit. Lagi-lagi dua huruf itu. Ah. Perih. Mer

Berproses

Sometimes, i really miss my old self . Yang berani menentukan target tanpa takut banyak hal. Yang berani melangkah tanpa mengkhawatirkan kegagalan. Yang selalu bangkit meski jatuh berulang kali. Tahun berganti, diri ini berkembang setiap waktu. Berusaha lebih baik pastinya. Meski lebih perhitungan dan realistis kini, aku masihlah bocah kecil. Hingga aku ingin menarik garis, mempertanyakan dimanakah aku ini? Sudahkah aku dewasa? Kemudian memoar ini menyeruak mencari-cari sosok gadis lugu yang belum mengenal dunia. Membawaku pada sebuah catatan-catatan lusuh yang selalu aku simpan. Nyatanya diriku yang lampau selalu ada dalam lembaran-lembaran catatan kecil tadi. Yang selalu aku goreskan dengan pena dalam berbagai kesempatan. Mulai dari hingar bingar, hingga sendu sedih. Menyatakan dengan lugas mau jadi apa dan bagaimana caranya, hingga kegalauan yang tak perlu. Memberikan kilas balik bagi diriku sekarang dan nanti, menyelipkan sebuah petuah dari masa lampau. Bahwa manusia bisa be

Sebuah Tulisan Lama untuk Kawan-Kawanku

Membuka catatan lusuh terkadang memunculkan banyak rasa. Menemukan kembali banyak goresan pena yang memuat buah pikir itu mengejutkan. Dulu aku pernah menulis ini ya, rasanya geli.. Sayangnya kebiasaan buruk tak mencantumkan tanggal masih melekat hingga lupa ditulis kapan… . . . . . Manusia, menggenggam sejumlah kisah, saling bertemu dan menyapa, menebar senyum hingga duka nestapa. Sudah lama aku memikirkan hal ini, mengenai hakikat sebuah pertemuan dan perpisahan.  Orang-orang yang kita temui sepanjang hidup, hingga orang-orang yang saling berbagi kehadiran dengan  kita saat ini, adalah bagian dari sebuah proses, bukan tujuan akhir. Kita bahkan tidak tahu, apakah orang-orang itu akan bersama kita saat mencapai happy ending di penghujung kisah masing-masing. Yang kutahu, orang-orang itu pernah menangis juga tertawa bersama. Pernah saling berbagi buah pikir dan rasa. Bahkan mungkin, kita pernah saling menyebut nama pada sela-sela romantisnya pada Yang Kuasa. Tapi semua ta

Hidup Kembali

Terlampau lama ia mati suri, kini bangkit kembali. Sembari menilik lembaran-lembaran lama yang rasanya asyik untuk diulik. Sudah lama saya pindah ke lapak lain, tapi terpaksa kembali. Pemerintah memblokir situs dengan tulisan berisi. Ya sudahlah, saya pindah ke sini lagi.