Apresiasi

Kita kaya, tapi miskin apresiasi. Apakah hal ini pernah terpikir di benak kalian? Jika iya, mungkin, kita punya pikiran yang sama.

Indonesia ini sangat 'kaya'. Beda daerah, beda budaya dan tradisi. Geser derajat dikit saja, sudah beragam kulturnya. Tidak hanya kultur, masyarakat kita, sebenarnya kreatif. Sangat kreatif malah. Banyak karya anak negari yang luar biasa tembus pasar internasional tapi hmm, maaf- ga diakui di negeri sendiri. 

Gausah jauh-jauh deh, tadi saya lihat pertunjukan seni, banyak penampilan keren dan menarik yang menurut saya, patut diacungi jempol. Tapi, saya amati sedikit sekali orang-orang bertepuk tangan ketika mereka selesai menampilkan kebolehan mereka. Tak banyak orang-orang yang mengapresiasi penampilan mereka. Tepuk tangan yang sepi, meskipun MC sudah meminta. Hal ini terjadi tidak hanya sekali dua kali, semuanya sepi kemeriahan applause.

Sebegitu miskin kah masyarakat kita pada sebuah apresiasi? Padahal, menurut artikel psikologi yang saya baca kemarin, kita akan lebih produktif dan bahagia ketika berada di lingkungan yang mengapresiasi karya-karya kita. Hmm, kalau ga ada apresiasi, mati dong produktivitas kita?

Parahnya lagi, kita bahkan sering abai pada apresiasi pada diri sendiri. Kita lupa memberi value pada diri sendiri. Berapa kali memberi selamat pada diri sendiri atas semua pencapaian? Kapan terakhir kali kalian bilang terima kasih ke diri sendiri? Bisa jadi, akar permasalahannya berasal dari sini. Kita jarang mengapresiasi diri kita, sehingga lupa mengapresiasi orang lain. Kita lupa bersyukur, kita lupa memberi diri sendiri nilai.  Oh iya, mungkin juga karena kita terlalu fokus pada meminta, sehingga kita lupa memberi. 

Ah, ya. Proses. Kebanyakan, kita lebih suka hal instant, lebih peduli pada hasil akhir yang cepat. Padahal, indom*e saja harus direbus biar enak dan sesuai penyajian. Apapun hasilnya, sebuah karya telah menempuh proses panjang. Waktu, usaha, uang, dan lain-lain. Hal itu patut kita hargai, karena apapun yang dikorbankan itu bernilai. Dalam konteks pencapaian diri, maupun orang lain. Bila kita paham akan proses panjang itu, niscaya kita bisa memahami sulitnya proses yang dilalui orang lain. Dan kita bisa lebih tergerak untuk menghargai, dan tentu saja mengapresiasi.

Mari teman-teman, kita mulai dari kita sendiri. Apresiasi diri kita dan teman-teman sekeliling kita. Mulai dari hal kecil, bangun mental memberi, tidak hanya meminta. Bilang "Terima kasih," disertai senyum saja sudah cukup menghangatkan hati. Tak harus bertepuk tangan dan melakukan kehebohan, kadang perhatian dan ungkapan, "Kerja bagus!" sudah cukup membuat kita merasa dihargai. Syukur-syukur kita bisa membayar mereka atas kerja keras mereka. Apabila kurang berhasil, berilah komentar positif yang membangun. Sedikit demi sedikit, ayo kita kurangi dulu nyinyirnya. Percayalah, kita bisa kok! Bila tidak mulai dari hal kecil, kapan kita belajar mengapresiasi hal besar? 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah Tulisan Lama untuk Kawan-Kawanku