Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2018
Apa yang akan kamu katakan jika sekarang bertemu dengan dirimu sewaktu kecil? Apa kamu akan bercerita soal kehebatanmu dalam menaklukan rintangan? Atau soal kesuksesan yang membuat orang-orang berdecak kagum padamu? Atau... Akankah kau ceritakan mengenai waktu-waktu yang merisaukan itu? Saat kamu merasa tidak ingin melakukan apa-apa karena memang rasanya enggan Saat kamu ingin menyerah saja karena rasanya percuma ... Lalu kamu melihat dirimu sendiri yang lugu, meningatkanmu pada semua kesulitan yang telah menempa Kesulitan yang bisa kamu lampaui, meski dalam kepayahan Meski sulit, si kecil telah membuktikan dan kau adalah bukti nyata keberhasilannya Jadi, tenanglah, apapun yang kau hadapi, jangan khawatir, kamu akan baik-baik saja :)

Apresiasi

Kita kaya, tapi miskin apresiasi. Apakah hal ini pernah terpikir di benak kalian? Jika iya, mungkin, kita punya pikiran yang sama. Indonesia ini sangat 'kaya'. Beda daerah, beda budaya dan tradisi. Geser derajat dikit saja, sudah beragam kulturnya. Tidak hanya kultur, masyarakat kita, sebenarnya kreatif. Sangat kreatif malah. Banyak karya anak negari yang luar biasa tembus pasar internasional tapi hmm, maaf- ga diakui di negeri sendiri.  Gausah jauh-jauh deh, tadi saya lihat pertunjukan seni, banyak penampilan keren dan menarik yang menurut saya, patut diacungi jempol. Tapi, saya amati sedikit sekali orang-orang bertepuk tangan ketika mereka selesai menampilkan kebolehan mereka. Tak banyak orang-orang yang mengapresiasi penampilan mereka. Tepuk tangan yang sepi, meskipun MC sudah meminta. Hal ini terjadi tidak hanya sekali dua kali, semuanya sepi kemeriahan applause. Sebegitu miskin kah masyarakat kita pada sebuah apresiasi? Padahal, menurut artikel psikologi yang
Sometimes, I take a pause in everything, to figure out what exactly I am doing right now. I need to reflect myself whether this is right for me or not, in line with my own faith or not, or just to see this one support my values or not. In that process, sometimes I hesitate to my own decision, re-question myself and I fall in a doubt. Is this really what I seek? Is this right? Is this what I want to do in my life? All of that question is overwhelming, so, I withdraw myself from everything to connect the patterns in my head, and when somebody asks, I just smile and said, everything is OK, but actually- not. However, I understand that I just have to face this problem by myself. I just have a messy brain, and the one who can fix it is myself only. Maybe, I can still play merry-go-round and still laugh like an idiot when I reach this stage, but inside, I feel I need to answer my own doubt. Then, I learn a wise wisdom from TED, that person (I forgot who) said this (It’s just a conclusion

Meluaskan Pandangan pada Hujan

Mengapa hujan seolah meruntuhkan segala asa? Memelintir sanguin menjadi melankolis hatinya. Mengiyakan segala resah. Lalu kau terhanyut pada rasa, mengabaikan segala kata. Ditambah saat hati melemah, hanyut sudah pada gundah. Mengapa air langit itu terasa mengajak beromansa? Dalam perspektif manusia, sering disimbolkan sebagai air mata. Waktu yang tepat meluluh lantakkan luka, untuk berteriak seolah menjadi manusia paling malang sedunia. Setidaknya itu yang kulihat di layar kaca. Di sisi lain, hujan menumbuhkan tunas yang gersang. Bulirnya menghujam bumi, mengusik renik kehidupan. Membangun kehidupan baru, entah bagaimana caranya. Tetesannya mengajarkan untuk bergerak, menumbuhkan, perpanjangan tangan yang kuasa untuk kelangsungan alam. Ia menjaga stabilitas oksigen kita. Bila kau perhatikan, hujan mengajak berdialek untuk menjadi generator perubahan. Tandus dijadikannya hijau, debu diredam, menyegarkan udara, menyisakan bau yang khas. Hujan juga memperlambat tempo hidup